Pages

Tuesday, February 18, 2014

Logo Design: PT. Dwijaya Sentosa

Title: PT. Dwijaya Sentosa
Date Created: n/a
Tools: CoretNdro
Client: PT. Dwijaya Sentosa
Field of Business: Distribution and General Services


Jakarta, Surabaya dan Makassar.

Logo Design: PT. Indah Sakti Abadi

Title: PT. Indah Sakti Abadi
Date Created: November 4, 2013
Tools: CorelDraw
Client : PT. Indah Sakti Abadi
Field of Company: Construction and Distribution


Kata orang logo bikinan ane bawa hoki gan... Well who knows...

Logo Design: PT. Makmur Jaya Abadi Senantiasa

Title: PT. Makmur Jaya Abadi Senantiasa
Date Created: n/a
Tools: CorelDraw
Client: PT. Makmur Jaya Abadi Senantiasa
Field of Company: Distributor


Sekalipun desain sederhana, nama perusahaannya yang cukup melelahkan, tidak terkenal (mungkin) dan bukan Ibukota, tapi ini adalah desain logo pertama saya dengan nol revisi dan bayaran tertinggi. Jadi ini perusahaan bergerak dibidang distribusi. Dan segitu saja info yang saya terima. Jadi maksud tanda tak hingga ini adalah harapan dimana perusahaan tersebut bisa secara kontinu atau bahasa jaman sekarangnya berkelanjutan dan yang warnanya hijau maksudnya adalah ada added-value dari perusahaan ini, jadi tidak hanya mendistribusikan barang semata.

Bius Pagi

Well, cuaca hari ini sangat mendukung... Mmm... Mendukung untuk tetap tidur tepatnya. Langit mendung memendarkan besaran Lumen cahaya matahari. Suhu yang sejuk akibat hujan sepanjang malam menyisakan sedikit alasan untuk segera berdiri. Ditambah alpa-nya kukuruyuk ayam liar (yang sempat saya sangka alien) dengan sukses menciptakan keheningan yang begitu dalam, membius.

Oh sial... Secuil ingatan mencuat ke permukaan menyampaikan informasi kalau hari ini saya ada janji dengan klien setengah penting dalam acara setengah penting. Dan setengah kali setengah itu hasilnya adalah seperempat. Ah, seperempat penting itu mendekati tidak penting, mari tidur lagi. Tepat ketika mata saya tertutup tiba-tiba bayangan kakak saya muncul dengan skema standar: bermuka pucat, ikat kepala, rambut terhembus angin, tangan mengepal, ditambah latar belakang gunung dan kembang api (kadang-kadang hujan petir) “DEEEK!!! Apa gunanya kita berpenampilan rapi kalau bukan untuk menghargai lawan bicara kita... Apa gunanya blablabla... dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya...”


Lepas celana, lepas baju, masak air, nongkrong sejenak lalu plung. 

Alien Menara Air

Malam, gelap, dingin, sunyi, terabaikan. Dan untuk pertama kalinya saya mencoba untuk menulis sedikit lebih panjang dari biasanya. 


Entah ini kali ke berapa saya terbangun sekitar jam segini karena adanya pekikan-pekikan kecil, tertahan lirih tapi memanggil. Tapi inilah kali pertamanya saya dengan kebulatan tekad dan semangat proklamasi-revolusi-reformasi-kremasi memberanikan diri untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal suara aneh tersebut. Mengisi sebuah tanda tanya yang selama ini mengganggu sebuah rasa yang menjadi sifat dasar manusia dalam diri saya, rasa penasaran. Sejenis kebutuhan primer yang tidak tercantum dalam pelajaran SD manapun, yang biasanya jajaran guru-guru hanya menyampaikan tentang pangan, sandang dan papan.  Padahal secara kata, penasaran juga berakhiran –an.

Langkah pertama dalam kancah per-eksplorasi-an, yang sudah menjadi standar operasi dan prosedur sejak jaman purbakala, Colombus hingga Ben Fogle, adalah mempersenjatai diri. Sebuah golok tebas dengan panjang 35cm, yang layaknya slogan Liputan 6, tajam terpercaya. Terbuat dari campuran besi, nikel, sedikit tambahan seng serta bahan pendukung lainnya plus cat berwarna hitam gelap yang diyakini produsennya mempunyai kemampuan untuk memberikan tendensi awal kepada lawan si pemegang golok. Oke, tangan kanan diberikan kepercayaan penuh. Sebuah senter led mungil dikalungkan.

Konsentrasi, konsentrasi, hening... “Ak...” Seketika bulu dikudukpun merinding, mencuat menjauhi kulit layaknya sebuah roket mau terbang landas. Sepertinya asal suara itu dari bagian samping rumah. Dengan langkah kecil yang penuh kehati-hatian yang hanya melibatkan jari-jari kaki serta bantalan kaki terdepan alias njinjit, saya menuju pintu depan. Entah atas pengaruh proses kimia apa yang sedang terjadi dalam otak saya, proses mengakses pintu depan yang biasanya hanya memakan waktu dalam hitungan detik, kali ini terasa seperti layaknya menunggu tetesan air gutasi dari ujung daun di pagi hari yang lembab ala hutan tropis, atau lebih ekstrimnya seperti pertambahan panjang dari stalagtit hingga menjadi stalagmit. Atau untuk anda yang raport biologi dan geologinya rendah, maksudnya adalah sangat dan teramat lambat.

Tiga grendel plus satu kunci sudah dibuka, masih dalam satuan waktu gutasi-stalagtit dan pintu dibuka. “Ak...” terdengar lagi... Si bulu kuduk kini mulai hitungan mundur sebelum terbang landas. Asalnya seperti dari sebelah kiri, dari menara air yang entah kenapa diposisikan diatas septic-tank. Sekejab muncul bayangan sosok-sosok menjijikkan hasil karya imajinasi liar saya hasil kombinasi antara bunyi Ak tertahan dan septic-tank, seperti “Ak..” lalu “Plung..”.

Masih dalam prosedur njinjit saya mencoba mengurangi jarak konservatif dengan sumber suara. Sekalipun secara fisika Usaha adalah Gaya sepanjang Jarak Konservatif, dalam hal ini ada sejenis peningkatan tajam dari besaran Gaya yang saya kerahkan. Mungkin besaran Gaya yang saya kerahkan bisa digambarkan dalam kurva logaritma yang meningkat setiap pangkat sepuluh jarak yang saya tempuh. Sekalipun satu-satunya gaya yang saya lakukan hanyalah berjalan njinjit. Semakin dekat dan semakin dekat.

Tersisa hanya tiga meter ketika akhirnya saya mendapatkan visual nyata dari menara air yang merupakan struktur kayu kelas II berwarna coklat gelap menambah muramnya suasana. Senter dimainkan ke seluruh bagian menara air tanpa tersisa, mulai dari bawah ke puncak menara air. Negatif... Negatif... Hingga akhirnya pendaran senter mencapai titik terpuncak dari struktur menara air. Sekilas tampak sejenis benda kecil sedikit bulat berwarna putih.

Sekarang senter berpindah dari tangan kiri ke mulut, tangan kiri mengambil objek berfisik keras dari atas tanah, saya mengambil batu. Otak mulai bekerja maksimal melakukan serangkaian simulasi-simulasi seandainya memang benar benda itu yang saya cari dan melakukan penyerangan. Mengurangi segala jenis ketidak siapan jika seandainya si benda tersebut melakukan serangan mendadak. Seperti kata Sun Tzu, jangan sampai musuh memiliki The Element of Surprise. Mandat golok kini dipercayakan pada si tangan kiri. Saya mencari sudut yang tepat untuk melakukan penyerangan awal, nimpukin pake batu.

Batu satu melesat dengan kecepatan rendah yang secara sengaja dilakukan, berharap membentuk gerak parabola sehingga tepat mengenai sasaran. “Ak...” pekik yang sama. Batu dua dilayangkan dengan mengubah gaya potensial maksimal otot tangan kanan menjadi gaya kinetik maksimal, yak kali ini melesat pada kecepatan penuh dengan harapan batu menghantam tangki air yang terbuat dari baja stainless sehingga menghasilkan suara keras yang cukup untuk menakuti mengejutkan sampai membuat makhluk putih tersebut hilang keseimbangan dan jatuh. Lalu “TEEEEENG!!!!!” dan “BEG BEG BEG...” Dia menyerang...

Dengan kecepatan yang sangat tidak normal membuang dua batu tersisa, golok berpindah dari tangan kiri ke kanan, senter dari mulut ke tangan kiri. Sempat saya melihat si makhluk putih masih di depan mengambang mendekat dengan kecepatan yang lebih tidak normal, shit.. sepertinya dia terbang. Golok mengambil posisi siap membelah udara ketika tiba-tiba udara tersayat bergerak deras tepat di sebelah kiri kepala saya. Sekilas tampak sebuah makhluk lain berwarna hitam gelap dengan pola terbang yang sama dengan sukses melewati hanya beberapa centimeter di kiri kepala saya. Refleks yang sudah ditempa bertahun-tahun memerintahkan badan saya untuk melompat ke sebelah kanan menghantamkan diri ke tembok luar kamar dan “Petooook...” dan “Petok”

Ternyata makhluk yang selama ini saya takuti adalah sepasang ayam sedang bercumbu diatas menara air. 

Off for 3 Years, but Now I'm Back

[Announcement]

Oh sorry, I didn't see that I used English before. Well it's been a while since my last blog update.

Yap, setelah melakukan pengecekan menyeluruh, ternyata terakhir posting saya lakukan pada Januari 2011, waktu Gunung Merapi Jogja sedang erupsi. Dan sekarang baru update kembali setelah 3 tahun lebih menghilang dari rimba persilatan.

Sedikit cerita, pada awal 2011 itu entah bagaimana ceritanya saya mendapat sejenis pekerjaan yang mohon maaf sebelumnya tidak bisa saya ceritakan. Membuat saya begitu jauh dari kancah komunikasi global, atau sekalipun ada hanya untuk sebatas pekerjaan dalam dan luar. Walaupun pekerjaan itu mungkin secara langsung tidak ada hubungannya dengan desain grafis, tapi dalam waktu senggang saya tetap setia dengan hobi tercinta tersebut. Jadi ceritanya saya punya kontrak pendidikan selama 3 tahun yang sekarang sudah berakhir, dan saya mulai mengkoneksikan diri kembali dengan blog ini. Awalnya saya ingin menyudahi pekerjaan ini, tapi prosesnya sedikit kompleks dan biaya yang harus saya bayar itu mahal.

So here I am, start to make joy of drawing again.

Tuesday, January 11, 2011

Cold Lava Flood in Muntilan, Middle Java, Indonesia

Title: Cold Lava
Date Created: January 11, 2011
Tools: Nikon D80, Photoshop on rescaling.





Story:
OK, it's been a while since my last blog update. I was AFK actually, celebrating the new year's eve in the disaster spot in Muntilan, Middle Java, Indonesia. It was the cold lava struck tear down everything on its way. Actually my work is related to disaster and how to manage it. I hope I can do better serving the people everyday. 

Wednesday, December 29, 2010

Illustration: The Future of Indonesian Football :)

Title: The Future of Indonesian Football :)
Date Created: December 29, 2010
Tools: CorelDraw


Story: 
Hello, this is Naufal, my nephew. Now he is 3 years old and love playing football (US: soccer). Actually I tried to apply the WPAP techniques but I still can't manage it well... So I just used the original color of the photo itself. Really need to learn more about this WPAP stuffs...